NEWS UPDATE :
Assalamu'alaikum,..sahabat. Terima kasih atas kunjungannya di blog media PKS Tambora. Semoga apa yang disajikan disini bermanfaat untuk anda, dan juga jalinan ukhuwah ini berkelanjutan... ■ Kabar Gembira! Kini sudah dibuka Pendaftaran Anggota Baru PKS untuk Anda, Silakan hubungi Pengurus Cabang ataupun Pengurus Ranting di kelurahan masing-masing ■ Do'akan agar PKS Terus Bekerja Untuk Indonesia ■ dengan Cinta. semangat Kerja. hadirkan Harmoni. ■ Apapun Yang Terjadi Kita Tetap Melayani #AYTKTM ■ PKS Selalu Dekat dan Melayani ■ Kobarkan Semangat Indonesia ■ Jangan lupa, 9 April 2014, pilih dan coblos PKS nomor TIGA ■ Admin menerima tulisan dari pembaca berupa tausiah, nasehat, opini, hikmah, inspirasi, resensi, motivasi, info kegiatan, acara, profil tokoh, dengan cara mengirimkannya ke alamat email: media.tambora@gmail.com ■ Terima Kasih

POSTINGAN TERBARU:

Suami Istri Sebagai Mitra

21/03/13


Oleh Ustadzah Hj. Nurjanah Hulwani


SUAMI ISTRI SEBAGAI MITRA DALAM MENDIDIK ANAK
Urusan mendidik anak menjadi tanggung jawab bersama, dari persoalan keimanan, akhlak, kesehatan dan pendidikan anak mestinya di syurokan dengan serius oleh suami istri. Jangan sampai kita mendidik anak tanpa perencanaan dan persiapan. Jika dari awal sudah disiapkan maka kita suami istri akan mampu meminimalisir perdebatan yang tidak penting pada proses pendidikan anak berlangsung.
Kemitraan dalam mendidik juga akan mendatangkan ketentraman bagi suami istri, akan saling merasaakan bahwa mendidik anak menjadi anak harapan Allah tidak mudah dan tidak bisa sendirian ia harus beramal jama’i, beban berat jangan ditanggung sendiri (suami saja/istri saja).
Kita menteladani para pemimpin di Gaza untuk mendidik anak-anak mereka menjadi pejuang-pejuang yang pemberani dan bisa meniru langsung kesolehan orangtuanya. Misalnya, PM Ismail Haniyah, Syaikh Abdullah Rantisi dan Syaikh Ahmad Yassin selalu mengajak anak-anaknya selalu ikut dalam aktifitas dakwahnya, maka tidak heran saat saya menyaksikan makam para syuhada di Gaza dalam satu lubang kuburan ada 2 jenazah syuhada ayah dan anaknya yang dalam kondisi berpelukan saat diroket israel la’natullah dan usianya beragam, ada yang usia 14 tahun dan 20 tahun.
Tentunya kita bisa memilih aktivitas yang memungkinkan untuk mengajak anak-anak kita. Jadi budaya mengajak anak dalam aktivitas pengajian bukan hanya ibu-ibu saja. Kedekatan yang sesering mungkin akan menambah akrab hubungan anak dengan orangtuanya. Semoga Allah memeberi kita kemudahan untuk mempraktekannya.

SUAMI ISTRI SEBAGAI MITRA DALAM EKONOMI
Istri bekerja dikatakan ibadah jika alasannya suami tidak bekerja karena sakit, karena di PHK, karena gaji suami tidak mencukupi untuk kebutuhan pokok dan bekerjanya istri juga untuk membebaskan keluarga dari hutang dan ketergantungan dengan bantuan orang lain. Tentunya bekerjanya istri tidak untuk mencederai kewajibannya mentaati suaminya sebagai qowwam, tetapi bekerjanya istri dengan tulus akan mendatangkan 2 pahala baginya, pahala sedekah dan keharmonisan dalam keluarganya.

SUAMI ISTRI SEBAGAI MITRA KETELADANAN
Kesolehan adalah tanggung jawab kita dengan Allah, siapapun tidak boleh intervensi hatta pasangan kita. Berjuang memaksimalkan kesolehan adalah hak asasi hamba dengan Allah. Jadi kita hanya bisa ta'awun dalam kesolehan, tidak dalam kemaksiatan. Dengan kata lain urusan ketaatan bareng-bareng, urusan kemaksiatan jangan ngajak-ngajak. Jika pasangan kita tidak solat berjama’ah, tidak bersilaturahim, tidak mengkhotamkan Qur'an kita tidak boleh ikut-ikutan sampai lagi terpengaruh, tetapi kita tetap menghadirkan kesabaran agar pasangan kita saling ta’awun dalam kesolehan. Ujian hidup terkadang bisa datang dari pasangan, seperti kisah Asiah dengan ujian suaminya bermasalah karena kekafiran (Fir'aun).
Untuk saat ini, bisa jadi ujian seorang istri bukanlah soal kekafiran suami,tetapi bisa jadi ujiannya adalah memiliki suami yang bakhil tidak rajin beribadah, dan lain-lain. Ada juga kisah Nabi Nuh dan Luth yang ujiannya punya istri bermasalah (penghalang dakwah suami). Untuk saat ini, bisa jadi ujian bagi suami adalah memiliki istri yang menuhankan gaya hidup, jauh dari ketaatan, dan lain-lain. Kita berharap dengan surplus kesolehan yang kita miliki, kita bisa mengajak/menyadarkan pasangan kita ke jalan yang benar. Ujian ketulusan mencintai pasangan adalah saat ia terpuruk (tenggelam dalam kemaksiatan) kita ada untuk menyelamatkannya dari keterpurukan tersebut. Akhirnya kita berharap kemudahan dari Allah SWT diberi kemudahan menjadi pasangan yang selalu dapat memberi rahmat kepada pasangan kita, baik saat suka maupun duka.

SUAMI ISTRI SEBAGAI MITRA DALAM KESABARAN

Saling ta’awun dalam kesabaran menjadi penting diantara suami istri, karena dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk sampai kepada kebahagian dunia akhirat membutuhkan kesabaran. Ujian yang akan kita hadapi setelah berumah tangga banyak ragamnya hanya saja setiap pasangan berbeda-beda ujiannya. Ada paket ujian masalah suami/istri, masalah anak, masalah dari keluarga besar (orang tua, mertua, besan, ipar dan menantu).

Ragam masalahnya bisa perilaku yang tidak Islami, kekurangan ekonomi bisa juga masalah penyakit yang di derita. Kita sepakat ujian yang hadir di tengah-tengah keluarga kita bukan kebetulan memang sudah di rencanakan Allah SWT untuk kita, tujuannya adalah jika kita sabar menjalaninya dan ikhlas menerimamanya. Maka banyak kebaikan yang akan kita terima, tidak hanya sekedar menghapuskan dosa-dosa kita tetapi juga akan meninggikan derajat kita dan menambahkan cintanya Allah SWT untuk kita.

Salah satu ujian tersebut bisa menghampri rumah tangga kita. Kita sebagai suami istri harus bisa melalui dan menjalaninya dengan kesabaran. Misalnya, Allah menguji kita dengan anak yang bermasalah perilakunya, maka makna saling ta’awun dalam kesabaran bagi suami istri adalah :
1.      Menjadikan ujian anak ini sebagai sarana introspeksi diri kita sebagai orang tua, bisa jadi merupakan teguran Allah agar kita bisa memperbaiki kekhilafan kita dalam mendidik anak. Misalnya, menuntut kewajiban tanpa memberi hak anak lebih dahulu atau bisa jadi kita salah niat dalam mendidik anak hanya untuk sekedar target duniawiyah yang diistilahkan ‘anak pajangan’, fokus hanya untuk fisik dan akal saja dan mengabaikan ruhinya (ketaatan pada Robb-Nya).
 2.      Memberikan ruang dan kesempatan bagi anak-anak kita untuk mengevaluasi kinerja kita sebagai orang tua. Jika anak-anak kita tidak memiliki keberanian memberi evaluasi langsung. Bisa kita sarankan menyampaikan via BB, hp atau email dan bisa juga melalui mediator (bisa guru atau nenek-kakeknya) untuk menyampaikan evaluasi ke kita sebagai orang tua. Ada kisah nyata yang bisa kita ambil pelajaran. Ketika seorang anak diminta untuk menceritakan satu saja yang tidak ia sukai terhadap ibunya dan menuliskannya di kertas tanpa menyebut namanya. Ada tulisan yang cukup mengejutkan di kertas itu tertulis, “Ibuku kalau marahin aku seperti setan.” Jadi tidak selamanya kritikan itu buruk bisa jadi kritikan itu salah satu saran kita untuk memperbaiki pola mendidik anak-anak kita lebih baik.
 3.      Suburnya kema’siatan suami istri bisa jadi berimbas kepada anaknya. Suami istri sibuk mengejar taget-target duniawiyah, popularitas, jabatan dan gaya hidup, anak-anak gersang dari keteladan dan hak-hak utama anak terabaikan (kasih sayang yang tulus) yang akhirnya tanpa di sadari orang tua meyatimkan anak kandungnya sendiri hanya mendapatkan santunan materi dan tidak mendapatkan santunan kasih sayang
 4.      Ujian anak bermasalah bisa jadi bukan karena alasan-alasan yang tersebut di atas tetapi untuk meninggikan derajat kita sebagi orang tua atau Allah SWT ingin melipatgandakan kasih sayang-Nya untuk kita. Kisah Nabi Nuh AS yang di uji Allah SWT dengan anak yang bermasalah (Kan’an) predikat “Nabi“ adalah sebagi bukti Ketaatan Nabi Nuh AS kepada Allah SWT yang tidak diragukan lagi tetapi Allah SWT mengujinya dengan anak. Ttentu ujian Nabi Nuh AS dari Allah SWT bukan sebagai teguran tetapi untuk mendapatkan kasih sayang Allah SWT yang lebih dan untuk menguji bahwa Allah SWT lebih dicintai dari pada anaknya.

Untuk mengambil pelajaran tersebut, saat kita mendapat ujian dengan masalah anak maka kita sebagai suami istri harus selalu menghadirkan ta’awun dalam kesabaran agar kita bisa dilulusan Allah SWT dari satu ujian keujian berikutnya dan semoga saat kita bertemu Allah SWT kelak kita memperoleh predikat “La’alakum tattaqun.” []
Share this Article on :

0 komentar :

Posting Komentar

 
© Copyright PKS Tambora 2011-2014 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com .