NEWS UPDATE :
Assalamu'alaikum,..sahabat. Terima kasih atas kunjungannya di blog media PKS Tambora. Semoga apa yang disajikan disini bermanfaat untuk anda, dan juga jalinan ukhuwah ini berkelanjutan... ■ Kabar Gembira! Kini sudah dibuka Pendaftaran Anggota Baru PKS untuk Anda, Silakan hubungi Pengurus Cabang ataupun Pengurus Ranting di kelurahan masing-masing ■ Do'akan agar PKS Terus Bekerja Untuk Indonesia ■ dengan Cinta. semangat Kerja. hadirkan Harmoni. ■ Apapun Yang Terjadi Kita Tetap Melayani #AYTKTM ■ PKS Selalu Dekat dan Melayani ■ Kobarkan Semangat Indonesia ■ Jangan lupa, 9 April 2014, pilih dan coblos PKS nomor TIGA ■ Admin menerima tulisan dari pembaca berupa tausiah, nasehat, opini, hikmah, inspirasi, resensi, motivasi, info kegiatan, acara, profil tokoh, dengan cara mengirimkannya ke alamat email: media.tambora@gmail.com ■ Terima Kasih

POSTINGAN TERBARU:

‘Aku Mencintaimu’ Aktifis Dakwah

29/04/13









Oleh: Anis Byarwati
Penasihat Rumah Keluarga Indonesia



Ekspresi cinta bisa bermacam-macam. Bagaimana dengan ekspresi cinta pasangan aktivis dakwah? Menjadi aktifis, tidak berarti kehilangan ekspresi dalam mencintai pasangan. Bahkan, ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah itu unik, karena juga harus punya pengaruh positif untuk dakwah.

Berbicara soal cinta mencintai, saya terkesan dengan nasihat ibu saya ketika menceramahai adik bungsu. ”Kalau kamu mencintai seseorang malah membuat kamu jadi malas belajar, malas kuliah, malas ngapa-ngapain, membuat kamu malah jadi mundur kebelakang, itu cinta yang nggak benar …dst”.

Jadi begitu rupanya. Saya men
coba merenungi kata-kata itu lebih
dalam. Saya merasakan ada
 kebenaran dari ‘ceramah’ ibu
 saya itu. Mencintai seseorang tidak 
boleh membuat kita menjadi mundur ke belakang. 
Sebaliknya, mencintai seseorang harus membuat kita lebih produktif, lebih berenergi, lebih punya vitalitas.
Lalu secara reflek saya mengaitkan itu dengan kehidupan cinta pasangan aktifis dakwah. Antara Ummahat al-Mukminin dengan Rasul Yang Mulia, antara para shahabiyat dengan suami mereka. Lihatlah ekspresi cinta Fathimah putri Rasulullah terhadap Ali bin Abi Thalib, Asma’ binti Abi Bakar terhadap Zubair bin Awwam, Ummu Sulaim terhadap Abu Thalhah, juga ekspresi cinta Khansa’, Nusaibah, dan para aktifis dakwah zaman ini.
Mencintai suami tidak membuat mereka menjadi lemah atau mundur ke belakang. Mencintai suami juga tidak membuat mereka menjadi manja. Justru yang kita saksikan dalam sejarah, mencintai membuat mereka semakin kokoh, lebih produktif dalam beramal, lebih matang dan bijaksana dalam berperilaku. Dengan kata lain, mereka menjadi semakin ‘berkembang’ dan ‘bersinar’ setelah menikah!
Betapa indahnya jika ekspresi cinta kita kepada suami membawa dampak seperti itu! Betapa indahnya jika ekspresi kita dalam mencintai suami memberi pengaruh posititif pada kehidupan kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai aktifis dakwah.
Menurut saya, mencintai suami tidak berarti ‘kehilangan’ diri kita sendiri. Tidak juga berarti kehilangan privacy, tidak membuat kita merasa ‘terhambat’, ‘terbelenggu’, atau ‘tak berdaya’. Tentu saja semuanya dalam batas tertentu dan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan syari’at Allah.

Bahkan yang lebih dahsyat adalah, jika cinta kita kepada suami memiliki ‘kekuatan’ yang menggerakkan dan memotivasi. Lalu cinta itu mampu membuat kita ‘berkembang’, menjadikan kita semakin energik, produktif dan kontributif! Dengan begitu, pernikahan membawa keberkahan tersendiri bagi dakwah.
Apakah hal itu terlalu idealis? Karena kenyataan kadang berkata sebaliknya. Berapa banyak akhwat kita yang setelah menikah merasa dirinya tidak berkembang? Atau merasa hilang potensinya?
Saya tak ingin membahas kenapa itu terjadi, apalagi mencari ‘kambing hitam’ segala. Tetapi kita patut merenungkan kata-kata Imam Syahid Hassan al-Bana ketika berbicara tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga. “Kehidupan rumah tangga adalah ‘hayatul amal’. Ia diwarnai oleh beban-beban dan kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan romantika, melainkan tolong-menolong dalam memikul beban kehidupan dan beban dakwah…”

Rumah tangga merupakan lahan amal. Perjalanan kehidupan rumah tangga para aktifis dakwah bukan hanya dipenuhi romantika semata, tetapi juga diwarnai oleh dinamika semangat beribadah, beramal dan berdakwah.
Saya memberikan apresiasi kepada para akhwat yang setelah menikah justru semakin ‘bersinar’, mampu menjaga keseimbangan dalam menunaikan tugas sebagai istri dan ibu. Barakallahu fiiki.

Lalu bagaimana dengan yang tidak? Berusahalah untuk menghilangkan perasaan terhambat, terbelenggu atau tidak berkembang itu. Sebab membiarkan perasaan-perasaan semacam itu menguasai diri kita, sama saja dengan ‘menggali kuburan sendiri’. Bukankah lebih baik jika kita tetap berpikir jernih dan positif? Lalu mencari bentuk kontribusi yang paling memungkinkan yang bisa kita berikan untuk dakwah.
Bisakah kita tetap yakin bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh gelar, jabatan, posisi, kedudukan, ketokohan dan kondisi fisik lainnya? “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa.” (QS al-Hujurat:13)
Jadi, tetaplah tegar dan sedapat mungkin beramal sesuai kemampuan dan kesanggupan. Karena, kita tidak dituntut untuk beramal di luar kemampuan dan kesanggupan kita. Barakallahu fiiki! []


Share this Article on :

0 komentar :

Posting Komentar

 
© Copyright PKS Tambora 2011-2014 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com .