Oleh: Fajar Kurnianto
Peneliti pada Pusat Studi Islam & Kenegaraan
Universitas Paramadina
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) --yang sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK)-- di kancah perpolitikan nasional kini menjadi partai yang mempunyai fenomena menarik.
Lahir dari sebuah gerakan sosial berbasis keagamaan (Islam) yakni harakah Jamaah tarbiyah, kemudian menemukan momentum politiknya ketika rezim Orde Baru (Orba) tumbang pada 1998.
Setelah itu, partai tersebut menempuh jalan politik praktis. Memperjuangkan cita-cita ideologis gerakannya melalui jalur politik seperti AKP di Turki, PAS di Malaysia, JAI di Yordania, dan PJD di Maroko.
Buku Burhanuddin Muhtadi, peneliti di Lembaga Survey Indonesia (LSI) sekaligus dosen politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ini mencoba membaca metamorfosis PKS dari gerakan Islam --yang ruang dan geraknya terbatasi-- menjadi partai politik setelah Orba tumbang. Berbeda dengan studi-studi tentang PKS yang melihat PKS dari ideologi atau strateginya, Burhanuddin melihat PKS dari perspektif gerakan sosial.
Perspektif tersebut mirip dengan yang dilakukan peneliti-peneliti Barat seperti Quintan Wictorowicz, Charles Kurzman, Carrie Wickham, dan Emmanuel Karegiannis yang menggunakan teori-teori gerakan sosial untuk membedah gerakan Salafisme, Hizbut Tahrir, dan Ikhwanul Muslimin.
Gerakan Islam di Indonesia pada umumnya dapat dibagi dua yakni gerakan prodemokrasi dan kontrademokrasi. Gerakan Islam prodemokrasi yakni gerakan Islam yang tidak menentang demokrasi, tapi memanfaatkan demokrasi sebagai jalan untuk mencapai tujuan-tujuan gerakan.
Adapun gerakan yang memang ingin mengubah sistem demokrasi dengan sistem Islam formal. Gerakan ini umumnya tidak terlibat dalam politik praktis dengan mendirikan partai politik, misalnya, tapi tetap menjadi gerakan di luar politik di luar pagar. Gerakan ini juga terbagi dua yaitu ada yang menempuh jalan kekerasan dan ada yang menempuh jalan lunak.
TIGA TAHAP
PKS sendiri muncul setelah melalui tiga tahap perkembangan. Pertama, gerakan dakwah kampus. Munculnya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang dipelopori oleh Muhammad natsir, tokoh dan elite Masyumi pada 1967, memiliki peran sangat penting dalam konteks ini.
Kedua, pelembagaan gerakan mahasiswa. Di sini, dakwah kampus bermetamorfosis menjadi unit kegiatan mahasiswa yang resmi yaitu Lembaga Dakwah Kampus. KAMMI (kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), lahir dari LDK ini.
Ketiga, gerakan politik. PKS terbentuk pertama kali dengan nama PK untuk ikut dalam pemilu 1999. Partai ini didirikan oleh tokoh-tokoh KAMMI.
Pada pemilu 1999, PK gagal karena hanya memperoleh 1,3% dari total suara parlemen, sehingga tidak bisa ikut berikutnya. PK lalu menjadi PKS pada pemilu 2004, dan berhasil meraih 7,34% suara.
Tampaknya, PKS sudah banyak belajar dari pengalaman pemilu 1999. Eksklusivisme PK diduga menjadi menjadi penyebabnya. Pada pemilu 2009, PKS menempuh strategi politik inklusif yakni menjadi partai terbuka dan hasilnya cukup memuaskan.
Hal ini menggoda PKS untuk melanjutkan strategi inklusif di pemilu selanjutnya. Namun, di internal PKS muncuk begitu banyak pertentangan, terutama dari kalangan senior, perintis PKS, dan kader-kader militan PKS. Partai ini dihadapkan pada dilema strategi politik.
Mendayung di antara dua karang. Perumpamaan itulah yang disebut penulis sebagai dilema antara suara dan syariah di PKS. Apakah tetap mempertahankan strategi representasi basis sosial. Ataukah mengincar target pemilih yang lebih luas?
PKS di basis sosialnya memang lahir dari gerakan Islam konservatif eksklusif. Untuk menjadi partai terbuka jelas bukan perkara mudah. Akan tetapi, dalam politik praktis, dukungna suara sungguh penting.
Realitas PKS menunjukkan bahwa ketika partai menjadi inklusif perolehan suara langsung melonjak. Gambaran PKS menjadi bukti kuat makin tidak diminatinya partai-partai eksklusif berbasis keagamaan (baca: partai-partai Islam).
Buku setebal 307 halaman ini cukup berharga untuk melihat gerakan Islam politik mutakhir di Indonesia. ■
---------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : Harian Bisnis Indonesia Edisi Minggu 20 Mei 2012
---------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : Harian Bisnis Indonesia Edisi Minggu 20 Mei 2012
0 komentar :
Posting Komentar