NEWS UPDATE :
Assalamu'alaikum,..sahabat. Terima kasih atas kunjungannya di blog media PKS Tambora. Semoga apa yang disajikan disini bermanfaat untuk anda, dan juga jalinan ukhuwah ini berkelanjutan... ■ Kabar Gembira! Kini sudah dibuka Pendaftaran Anggota Baru PKS untuk Anda, Silakan hubungi Pengurus Cabang ataupun Pengurus Ranting di kelurahan masing-masing ■ Do'akan agar PKS Terus Bekerja Untuk Indonesia ■ dengan Cinta. semangat Kerja. hadirkan Harmoni. ■ Apapun Yang Terjadi Kita Tetap Melayani #AYTKTM ■ PKS Selalu Dekat dan Melayani ■ Kobarkan Semangat Indonesia ■ Jangan lupa, 9 April 2014, pilih dan coblos PKS nomor TIGA ■ Admin menerima tulisan dari pembaca berupa tausiah, nasehat, opini, hikmah, inspirasi, resensi, motivasi, info kegiatan, acara, profil tokoh, dengan cara mengirimkannya ke alamat email: media.tambora@gmail.com ■ Terima Kasih

POSTINGAN TERBARU:

Haruskah Dakwah Merambah Kekuasaan?

06/05/13


Ketika dakwah memasuki wilayah politik, tarbiyah siyasiyah mutlak dibutuhkan. Bahkan,berangkat dari karakteristik Islam yang syamil, tarbiyah siyasiyah pun menjadi keniscayaan. Dakwah via politik/parlemen, dan sebagainya. Mau gak mau emang harus ditempuh. Pileg 2014, tokoh Syiah, JIL itu pada nyaleg lho. Tarbiyah siyasiyah yang bermakna pendidikan politik sesungguhnya sangatlah luas.  Ia bukan saja membahas teori-teori politik, tetapi sampai pada metode pengelolaan negara. Ia bukan saja terbatas pada pengetahuan politik, tetapi juga bagaimana memberdayakan umat.

Memberdayakan umat seperti apa? Ya agar bisa berpartisipasi dalam perbaikan pemerintahan atau islahul hukumah. Juga upaya membangun dan menumbuhkan keyakinan dan nilai dalam rangka membentuk kepribadian politik yang dikehendaki.  Misal, melalui orientasi & sensivitas politik, sehingga menjadi partisipan politik aktif dalam kehidupan politik keseharian. Maka, sasaran yang hendak dicapai melalui tarbiyah siyasiyah adalah menculnya kesadaran politik (wa’yu siyasi), terbentuknya kepribadian politik (dzat siyasiyah), dan munculnya partisipasi politik yang aktif (musyarakah siyasiyah).

Selain memiliki pemahaman tentang politik dalam Islam dan keyakinan jalan Islam sebagai solusi (al-Islam huwal hallu). Umat yang telah mendapatkan tarbiyah siyasiyah juga berafiliasi dalam amal jama’i, untuk apa? sebagai upaya mengimplementasikan politik Islam yang telah mereka yakini. Nah, di bukunya Ust Khozin, diterangin juga, Politik antara Politik Islam, dengan Politik Barat.

Bahkan, sebelum definisi tarbiyah siyasiyah, yang dijelaskan adalah definisi politik itu sendiri. Kenapa? Agar relevan dengan kondisi sekarang serta bisa diketahui apa aja yang jadi keunggulan politik dalam Islam. Emang harus di compare sih, analisa SWOT antara Politik Islam dengan Politik Barat. Pandangan politik Barat bisa diketahui akarnya dari pemikiran politik Plato dan Aristoteles. Sehingga pokok-pokok pemikaran politik Barat terformulasikan ke dalam prinsip-prinsip pemisahan politik.

Pemisahan politik dengan etika, agama dengan hukum, juga pembedaan kedudukan antara masyarakat dan negara, kedaulatan politik dan personalitas negara dalam pembuatan hukum. Sementara politik dalam Islam, berpedoman bahwa; politik harus bersumber dari agama. Sebagaimana karakter Islam yang syamil, mengatur segala segi kehidupan, maka politik pun harus sejalan dengan syariat. Bahkan siyasah syar’iyah itu sendiri berarti segala upaya untuk memperhatikan urusan kaum muslimin, dengan jalan menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka.

Jadi, jelas banget perbedaan pertama antara politik Islam dan politik Barat (sekuler) adalah landasannya. Politik Islam dibangun dari tauhid, sementara politik Barat justru memisahkan politik dari agama. Standart kebenaran dalam politik Islam jelas, yaitu Al-Qur’an dan hadits. Sementara standar kebenaran dalam politik Barat bersifat relatif, sesuai dengan kesepakatan rakyat. Perbedaan lainnya adalah sumber kedaulatan, legitimasi kekuasaan, dan aplikasi. Pada politik Islam, sumber kedaulatan adalah Allah SWT. Maka segala hukum dan keputusan politik harus bersumber dari sana. Sedangkan politik Barat menjadikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, tidak peduli apa aturan Tuhan.

Dalam politik Islam, legitimasi kekuasaannya adalah manusia dengan nilai, sementara politik Barat minus nilai. Lalu pada tataran aplikasi, politik Islam cenderung stabil karena berpedoman pada nilai-nilai Ilahiyah yang sudah given, sementara politik Barat bersifat spekulatif dan penuh konflik. Negara dan pemerintahan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Ada enam alasan yang menunjukkan hal itu:

1.      Al-Qur’an punya seperangkat hukum –misal; qishash, maliyah, dan jihad- yang pelaksanaanny mmbutuhkan negara&pemerintahan.

2.      Pelaksanaan dan pengawasan aqidah, syariah, dan akhlak yang telah diatur dalam Al-Qur’an membutuhkan intervensi negara.

3.      Adanya ucapan-ucapan Nabi yang dapat menjadi istidlal bahwa negara dan pemerintahan menjadi elemen penting dalam ajaran Islam.

4.      Perbuatan Nabi yang dapat dipandang sebagai bentuk pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepemerintahan.

5.      Para sahabat ‘lebih memprioritaskan’ memilih pemimpin pengganti Nabi daripada mengurus jenazah beliau.

6.      Kepemimpinan (imarah) telah menjadi bahan kajian dan pembahasan para ulama dalam kitab mereka sepanjang sejarah.

Kepemimpinan dalam Islam, yang pada tingkatan tertingginya merupakan implementasi tugas kekhilafahan, setidaknya harus memenuhi 3 (tiga) syarat: integritas keilmuan, integritas moral, dan kemampuan profesional.  Dalam kaitannya dengan mekanisme pengangkatan kepemimpinan, Al-Qur’an dan Sunnah tidak menetapkan mekanismenya. Yang kita dapati adalah ijma’ (kesepakatan) sahabat. Mereka memilih Abu Bakar, Umar hingga Ali dengan cara yang berbeda. Abu Bakar dengan musyawarah mufakat, Umar ditunjuk oleh pemimpin sebelumnya,  Utsman melalui tim formatur, dan Ali secara aklamasi dibaiat kaum muslimin Madinah dan Kufah.

Kepemimpinan yang condong sebagai eksekutif, dalam Islam juga dikenal ahlul hall wal aqdi yang menjalankan fungsi legislatif, serta adanya para qadhi atau hakim sebagai unsur yudikatif. Sementara dalam penyelenggaraan pemerintahannya, politik Islam memiliki prinsip syura, prinsip keadilan, prinsip kebebasan,  dan prinsip persamaan yang meliputi persamaan umum, persamaan di depan hukum, dan persamaan hak-hak sosial. Naah…, jadi bagaimana mengimplementasikan Politik Islam dalam sistem demokrasi Indonesia yang amburadul ini?

Hal yang perlu diingat adalah, bahwa definisi memanfaatkan demokrasi dengan menegakkan demokrasi itu sangat berbeda. Pasti bisa lah ya bedain apa itu memanfaatkan, dengan ingin menegakkan. Memanfaatkan hanya sarana. Cuma cara yang ditempuh, bukan menjadi tujuan. Sementara, kalo udah jadi tujuan, itu lain urusan. Di buku itupun dibahas detil dari demokrasi dan produk-produknya, nilai-nilai positifnya, pun negatifnya. Demokrasi sebagai ide politik modern Barat, atau hal yang tak pernah habis untuk didiskusikan dalam perpolitikan Islam modern.

Ini dikarenakan adanya hal-hal positif dalam demokrasi yang sejalan dengan nilai Islam dan bisa dimanfaatkan oleh Islam. Dilema memang. Disisi lain, ada mudharat yang menanti. Namun, emang gitu yang namanya pilihan, semua ada resikonya.  Tinggal kita yang pinter milih. Seperti prinsip Ibnu Taimiyah, soal Musyarakah Siyasiyah. Ambil yang mudharatnya paling dikit. Nah, inti dari Politik Islam yang kita punya, seharusnya mampu menjadi kendaran, untuk membumikan ajaran langit. Bagaimana orang-orang di parlemen, gk alergi sama ajaran-ajaran Islam. Bagaimana meng-goal-kan undang-undang yang menguntungkan umat. Tapi, jangan salah, untuk jadi ‘pragmatis demi umat’ gak gampang jalannya.

Sesuai judul buku yang saya baca, “Haruskah Dakwah Merambah Kekuasaan?” Kekuasaan dengan segenap wewenang, fasilitas dan segala kelengkapannya membuat manusia tergiur untuk memperebutkannya, sehingga tiada masa yang kosong dari orang-orang berambisi meraihnya. Sejarah telah mencatat para penguasa yang mewariskan bencana dan menorehkan aib besar pada wajah kekuasaan. Juga mengabadikan para pemimpin yang menebar keharuman jasa di sepanjang generasi. Jadi, bolehkah memburu kekuasaan? Benarkah dakwah itu ujung-ujungnya kekuasaan? Salahkah memanfaatkan sistim jahiliyah untuk menegakkan kekuasaan? Lalu, seperti apa pemimpin yang diharapkan?

Semoga perjuangan para kafilah dakwah via parlemen menjadi salah satu ikhtiar kita, mengganti sistem demokrasi nan rapuh, dengan sistem Allah yang kokoh jua abadi. Yang benar hanya dari Allah, yang salah pasti dari saya. Sekian.


Penulis: Indah Pebriandini |  @NdhaAndini
Share this Article on :

1 komentar :

Fumiko Ichi mengatakan...

Mba beli bukunya di mana? Saya juga sedang cari buku itu. Tp belum ketemu

Posting Komentar

 
© Copyright PKS Tambora 2011-2014 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com .