Rilis Sigit Sosiantomo |
PKS Tambora - Jakarta (21/2) Rencana pemerintah merevisi aturan kepemilikan property oleh Warga Negara Asing (WNA) menuai kritik DPR RI. Selain mempertanyakan dasar hukum revisi PP Kepemilikan property oleh WNA, Komisi V DPR RI mengingatkan pemerintah agar substansi aturan kepemilikan property oleh WNA tidak melanggar UU.
Anggota Komisi V DPR RI H. Sigit Sosiantomo mengungkapkan hal itu, Rabu (20-2), menyusul rencana Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) yang akan merevisiPP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Sigit menilai rencana pemerintah memberikan hak pakai atas tanah dari 25 tahun menjadi 70 tahun tidak memiliki dasar hukum karena UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan UU No.20 tahun 2011 tentang Rumah Susun tidak mengamanahkan PP tentang kepemilikan properti.
“UU PKP dan Rusun tidak mengamanatkan pembentukan RPP tentang Kepemilikan properti. Lalu dasar hukum untuk mengganti PP No.41/1999 itu apa? Disisi lain, saya khawatir RPP ini nanti akan melegalkan soal kepemilikan asing atas property di Indonesia. Padahal UU Agraria kita hanya memberikan hak kepemilikan berupa hak pakai. Jangan sampai, substansi RPP ini nanti malah memberikan hak milik. Jika itu terjadi, pemerintah melanggar UU,” kata Sigit yang berasal dari Dapil I Jawa Timur (Jatim).
Disisi lain, kata Sigit, kepemilikan property bagi WNA ini akan menimbulkan beberapa dampak negatif termasuk akan semakin sulitnya masyarakat kelas bawah untuk mendapatkan rumah.
“Jika orang asing bisa memiliki properti di Indonesia, dampaknya akan berimbas kepada terkereknya harga tanah dan bangunan. Ini jelas akan berimbas kepada kian berkurangnya kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk membeli property. Kebijakan ini akan kontra produktif dengan UU PKP dan Rusun yang sudah mengamanahkan pemerintah untuk memberikan kemudahan pada MBR untuk mendapatkan rumah karena itu adalah hak setiap warga Negara,” kata Sigit.
Seharusnya, kata Sigit, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) lebih fokus pada pemberian solusi pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat daripada memperlonggar ketentuan pemilikan properti bagi warga asing, mengingat saat ini baglock perumahan masih sangat tinggi. Bahkan, program rumah susun (rusun) dan fasilitas likuiditas pembangunan perumahan (FLPP) yang menjadi unggulan Kemenpera belum signifikan mengurangi baglock perumahan.
"Ketika membangun perumahan rakyat gagal, dari tahun ke tahun backlog-nya meningkat. Tapi kenapa justru isu properti asing ini yang menjadi focus Kemenpra. Seharusnya baglock itu yang dikurangi," kata Sigit.
Saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), backlog atau kurangnya pasokan perumahan di Indonesia di tahun 2010 sudah mencapai 13,6 juta. Angka ini bahkan diproyeksikan dapat membengkak hingga 15 juta pada 2014 mendatang. ■
0 komentar :
Posting Komentar