Perjalanan hidup ini melelahkan. Ya, sangat melelahkan.
Betapa tidak, disaat idealisme kita dihadapkan pada realita,
beraneka ragam corak dan warnanya, kita harus bertahan.
Karena kita tidak ingin tujuan hidup kita yang jauh ternodai kepentingan sesaat.
Ini bukan soal halal atau haram terhadap dunia dengan segala keindahannya.
Tapi soal menyikapinya agar tidak tergiur dan terpedaya olehnya.
Gambaran ini dapat kita rasakan disaat harus mengatakan “tidak”,
dihadapan mereka semua yang berkata “iya.”
Ketika ramai-ramai orang bicara ini dan itu,
dengan segala argumentasinya,
ketika idealisme kita membisikkan kita untuk,
diam...
Tatkala orang lain menilai,
bahkan mengecam kita dengan tuduhan ini dan itu.
Idealisme kita pun hanya mengisyaratkan kita
hanya sekedar senyum tanpa kata-kata.
Disaat orang beretorika,
dengan segala keahlian bahasanya,
idealisme kita pun hanya meminta kita untuk
membaca pikiran di balik pikiran.
Dan, ketika orang ramai-ramai memperbincangkan dunia
dengan segala kenikmatannya,
idealisme kita pun hanya mengalunkan satu kata, “Qona'ah.”
Itulah idealisme kita di hadapan mereka.
Terkadang, tanpa terasa idealisme kita tergeser.
Lantaran pikiran kita terbawa arus, dan kita tidak menyadarinya.
Terlebih lagi, kondisi jiwa kita yang terus bergejolak
mempengaruhi pikiran kita.
Pikiran-pikiran itu selalu datang silih berganti tanpa kenal henti.
Seiring perjalanan hidup ini.
Memang kita semua pahami sebagai sunnah kehidupan
Gelombang dan badai harus dipahami ladang ujian.
Problematika hidup merupakan hal tidak bisa dipisahkan dari hidup.
Pahit-getir, menjadi bumbu yang harus dirasakan oleh setiap kita.
Jatuh-bangun adalah tangga yang harus dilalui dalam menggapai sebuah cita-cita
Letih, lelah, itulah sering kita rasakan.
Kita sering merasakan kejenuhan, bosan,
bahkan tidak peduli dengan kondisi.
Namun, jangan pernah ada perasaan pesimis, apalagi putus asa.
Karena di balik semua itu pasti ada sesuatu
yang dapat kita jadikan pengalaman yang berarti.
Dan yang kita perlukan adalah, berhenti sesaat.
Berhenti, bukan berarti selesai dan sampai disini.
Berhenti, untuk merenungi kembali perjalanan yang telah kita lalui.
Berhenti, untuk Memompa kembali semangat beramal.
Berhenti, untuk mencas batrei keimanan agar tidak redup.
Kita butuh waktu untuk melihat kondisi jiwa kita,
agar tetap stabil dan tahan menghadapi segalanya.
Kita terkadang lupa, bahwa ada harus kita tengok dalam diri kita.
Ruhiyah kita.
Kondisi ruhiyah selalu membutuhkan suasana yang teduh, tenang.
Karena ia akan menjadi kekuatan akan melindungi jiwa kita,
dari berbagai rintangan akan menghalangi kita.
Kita memerlukan nuansa ruhiyah yang nyaman.
Dapat berpikir jernih, tetap semangat menjalani hidup ini.
Kita butuh ketegaran jiwa, guna menghadapi hiruk pikuk kehidupan.
inilah... yang senantiasa diajarkan Muadz bin Jabal Radhiyallahu Anhu
pada sahabatnya dengan ungkapannya yang menyejukkan hati
“Mari duduk sesaat untuk beriman.”
Berhenti sejenak, untuk menengok kembali kondisi keimanan.
Agar tetap terjaga dari segala yang kita alami dalam hidup ini.
Harus dihadapi, dan bukan lari darinya.
Ingatlah… bahwa lari dari masalah
tidak akan menyelesaikan masalah,
justru akan menambah masalah baru.
Memperbaharui keimanan,
akan membawa kita memahami hakekat hidup ini
dengan segala problematikanya.
Mari, kita sempatkan untuk selalu memperbaharui keimanan kita.
Ditengah kesibukan hiruk pikuk kehidupan…
-----------------
sumbernya disini
0 komentar :
Posting Komentar